Ada tiga
kata yang sering digunakan dalam penyebutan yang sama dan mempunyai kedekatan
makna seperti karakter, tempramen dan kepribadian. Karakter lebih menjurus
kearah tabiat-tabiat yang dapat disebut benar atau salah, sesuai atau tidak
sesuai dengan norma-norma social yang diakui. Temperamen diartikan sebagai segi
kepribadian yang erat hubungannya dengan perimbangan zat-zat cair yang ada
dalam tubuh, misalnya pemurung, gembira dan lainnya. sedangkan kepribadian
adalah suatu perwujudan keseluruhan kepribadian manusia yang unik, lahir batin
dan antar hubungannya dengan kehidupan sosial dan individu. Kepribadian juga
diartikan sebagai dinamisasi dari sistem-sistem psikosifik dalam individu yang
turut menentukan cara yang khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Kepribadian dapat dilihat dari empat aspek
muatannya:
1. Aspek personalia, yaitu kepribadian dilihat dari pola tingkah laku lahir
dan batin yang dimiliki seseorang.
2. Aspek individualitas, yakni karakteristik atau sifat-sifat khas yang
dimiliki seseorang, hingga dengan adanya sifat-sifat ini seseorang secara
individu berbeda dengan individu lainnya.
3. Aspek mentalitas, sebagai gambaran pola pikir seseorang.
4. Aspek identitas, yaitu kecenderungan seseorang untuk mempertahankan
sikap dirinya dari pengaruh luar.
Dengan
demikian kepribadian adalah sifat-sifat dan aspek-aspek tingkah laku yang ada
dalam diri individu yang bersifat psikofisik dalam interaksinya dengan
lingkungan yang menyebabkan individu itu berbuat dan bertindak seperti apa yang
dia lakukan, dan menunjukan ciri-ciri yang khas yang membedakan individu dengan
individu yang lainnya. Termasuk didalamnya sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan
cita-cita, pengetahuan dan ketrampilan, macam-macam cara gerak tubuhnya, dan
sebagainya.
Jadi
kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya baik tingkah
laku luarnya, kegiatan jiwanya maupun falsafah hidup dan kepercayaannya
menunjukan pengabdian kepada tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya.
Imam
Besar Al-Azhar, Mahmud Syaltut, membedakan kepribadian Islam menjadi dua macam
kategori, yaitu:
1.
Kepribadian
yang bersumber dari perasaan (Syakhsijah al-hissijjah), yaitu perasaan
mempengaruhi tingkah lakunya.
2.
Kepribadian
yang bersumberkan idealitas (Asy-Syakhshiyyatul-Maknawiyah) memanifestasikan
perilaku yang ideal, yaitu yang merujuk kepada tingkat keteguhan pendiriannya,
kuat dan lemahnya, pandai atau bodoh, ketetapan hati atau keragu-raguannya, dan
seterusnya.
Ada
tiga aspek pokok yang menjadi corak khusus bagi seseorang muslim menurut ajaran
islam, yaitu:
1.
Adanya
wahyu Tuhan yang memberikan kewajiban kepada manusia muslim untuk melaksanakan
tugasnya yang berkaitan dengan Tuhan maupun masyarakat.
2.
Praktik
ibadah yang harus dilakukan dengan aturan-aturan yang pasti dan teliti. Hal ini
akan mendorong setiap muslim untuk memperkuat tali persaudaraan dengan
sesamanya dan akan menjadikan sebagai kelompok yang terorganisir.
3.
Konsepsi
Islam tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia secara harmonis dan
seimbang dibawah perlindungan tuhan. Ajaran ini juga akan mengukuhkan kelompok.
Atas dasar ajaran ini maka pribadi
muslim bukanlah pribadi yang egoistis, akan tetapi seseorang pribadi yang penuh
dengan sifat-sifat pengabdian baik kepada Tuhan maupun kepada sesamanya.
Selain itu, menurut Syaikh M.
Jamaludin Mahfuzh ada tiga hal yang menjadi karakteristik seseorang bisa
dikatakan sebagai orang yang memiliki kepribadian muslim, yaitu:
1.
Menyerahkan
diri kepada Allah
Membentuk pribadi yang islami harus atas dasar kesadaran
menyerahkan diri kepada Allah.
2.
Kebebasan
dan kemuliaan manusia
Pribadi seorang muslim harus melepaskan diri dari pengabdian kepada
selain Allah. Sehingga ia benar-benar
bisa terbebas dari kegelisahan, ketakutan, dan perasaan apa saja yang dapat
memperlemah dan melecehkan kemuliaan insan.
3. Membebaskan pribadi muslim dari faktor-faktor ketakutan
Mengatasi rasa takut dengan pendekatan aspek akidah (tauhid). Ia
ditanamkan akidah atau keyakinan ke hati setiap muslim bahwa yang menguasai
segenap kekuasaan hanyalah Allah semata.
B.
Proses Pembentukan Kepribadian Muslim
Pembentukan kepribadian merupakan
suatu proses. Akhir dari perkembangan itu jika berlangsung dengan baik maka
akan menghasilkan suatu kepribadian yang harmonis.
Kepribadian dikatakan
harmonis apabila segala aspek-aspeknya seimbang, keseimbangan
antara peran individu dengan pengaruh lingkungan sekitarnya. Proses
pembentukan kepribadian yang seimbang dapat dilakukan melalui tiga tahapan:
1. Pembiasaan.
Tujuannya
adalah membentuk aspek jasmani dari kepribadian, atau memberi kecakapan
berbuat atau mengucapkan sesuatu. Demikian ini dapat dilakukan dengan cara
mengontrol dan menggunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan membantu dengan
tenaga-tenaga kejiwaan, dengan membiasakan peserta didik melakukan pekerjaan sesuai
dengan apa yang diucapkannya.
2. Pembentukan pengertian, minat dan sikap.
Pada tahap ini diberikan pengertian atau pengetahuan tentang
pekerjaan yang dilakukan dan diucapkan dan ditanamkan pula dasar-dasar
kesusilaan yang erat hubungannya dengan kepercayaan dengan menggunakan
tenaga-tenaga kejiwaan karsa, rasa dan cipta.
3. Pembentukan kerohanian yang luhur
Pada tahap ini dapat dilakukan dengan pendidikan sendiri, yaitu
dengan cara menanamkan kepercayaan yang terdiri atas:
a. Iman kepada Allah.
b. Iman kepada malaikat.
c. Iman kepada kitab.
d. Iman kepada rasul.
e. Iman kepada Qadla dan Qadar.
f. Iman kepada hari akhir
Dengan penanaman kepercayaan adanya
rukun iman tersebut diharapkan akan tercipta kesadaran dan pengertian yang
mendalam. Segala apa yang dipikirkan dan dipilih serta diputuskan dan juga yang
dilakukan adalah berdasarkan keinsafan diri sendiri.
Selain itu, proses pembentukan
kepribadian muslim dapat pula dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu
Dalam pembentukan kepribadian muslim sebagai individu,
pembentukan diarahkan pada peningkatan dan pengembangan faktor bawaan dan
faktor pendidikan yang berpedoman pada nilai-nilai Islam. Faktor bawaan
dikembangkan melalui bimbingan dan pembiasaan berfikir, bersikap dan tingkah
laku menurut norma-norma Islam. Sedangkan faktor pendidikan dilakukan dengan
cara mempengaruhi individu dengan menggunakan usaha membentuk kondisi yang
mencerminkan pola kehidupan yang sejalan dengan norma-norma Islam seperti
contoh, teladan dan lingkungan yang serasi.
Proses pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dapat pula
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Prantal Education
Proses
pendidikan jenis ini dilakukan secara tidak langsung. Proses ini dimulai disaat
pemilihan calon suami atau istri dari kalangan yang baik dan berakhlak.
Kemudian dilanjutkan dengan sikap dan prilaku orang tua yang Islami, disaat
bayi dalam kandungan, ditambah lagi dengan pemberian makanan dan minuman yang
halal dan baik serta dilengkapi penerimaan yang baik dari kedua orang tua atas
kehadiran bayi tersebut.
b. Education by another
Proses
pendidikan jenis ini dilakukan secara langsung oleh orang lain seperti: orang
tua dalam rumah tangga, guru disekolah dan pemimpin didalam masyarakat
c. Self Education
Proses
ini dilaksanakan melalui kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain seperti
membaca buku-buku, majalah, koran dan
sebagainya, atau melalui penelitian untuk menemukan hakikat segaala sesuatu
tanpa bantuan orang lain.
2. Pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah.
Kepribadian muslim sebagai ummah
merupakan komunitas muslim yang memiliki pandangan hidup sama, walaupun
masing-masing mempunyai faktor bawaan yang berbeda. Persamaan pandangan hidup
diyakini akan membantu usaha membina hubungan yang baik serasi antar sesama
anggota keluarga, masyarakat, bangsa, maupun antar sesama manusia sebagai
ummah.
Selain itu proses pembentukan
kepribadian muslim secara ummah dapat puka dilakukan dengan cara dibawah ini :
a.
Pergaulan
sosial, dilakukan dengan cara tidak
melakukan hal-hal yang keji dan tercela seperti, membunuh, menipu, riba,
merampok, memakan harta anak yatim dan sebagainya. Membina
hubungan tata tertib, meliputi bersikap sopan santun dalam pergaulan, meminta
izin ketika masuk rumah orang, berkata baik dan memberi serta membalas salam.
b.
Pergaulan
dalam Negara, dapat dilakukan dengan cara bermusyawarah
dengan rakyat, menerapkan prinsip-prinsip keadilan,
kejujuran dan kasih sayang serta
tanggung jawab terhadap rakyat.
c.
Pergaulan
antar Negara, dapat dilakukan dengan cara melaksanakan
perdamaian antar bangsa, menghargai
perjanjian, dan membina kerukunan antar Negara dan saling membantu
antar sesama.
Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu, keluarga,
masyarakat, maupun ummah pada hakikatnya seiring dan menuju ketujuan yang sama.
Tujuan utamanya adalah guna merealisasikan diri, baik secara pribadi maupun
secara komunitas untuk menjadi pengabdi Allah yang setia, tunduk dan patuh pada
aturan Allah.
C. Implementasi Filsafat Personal Pendidikan
Sebuah renungan brilian filsafat pendidikan hanya mempunyai nilai, jika
ia menjadi sarana menuju suatu tujuan daripada
menjadi tujuan itu sendiri. Tujuan
demikian akan menjadikan praktik pendidikan yang lebih berdaya guna. Para
peserta didik acapkali berpikir tentang studi filsafat pendidikan sebagai suatu
“permainan” mental yang secara relative tiada guna. Sebaliknya, filsafat
pendidikan, jika tujuannya nyata tidak dipahami, adalah sesuatu yang paling
praktis (gampang) dari semua materi pengajaran yang diberikan pada (calon)
pendidikan. Tanpa filsafat pendidikan, tidak bisa ada praktik yang bermakna.
Dengan demikian, langkah pertama dalam mengembangkan praktik adalah upaya logis
meningkatkan pemikiran Anda tentang apa yang
sedang Anda kerjakan dan mengapa Anda
mengerjakannya.
Sama pentingnya dengan filsafat pendidikan, bagaimanapun setiap pendidik
harus menyadari bahwa filsafat pendidikan hanyalah salah satu dari unsur-unsur
fondasional yang “membingkai” proses pendidikan. Ketika filsafat menyediakan
batas-batas dasar bagi praktik pendidikan yang diinginkan oleh sekelompok
masyarakat, faktor-faktor lain, termasuk iklim politik, kondisi ekonomi,
kebutuhan pasar kerja, dan konsepsi social tentang kependudukan, tentunya
berpengaruh terhadap praktik pendidikan. Keputusan-keputusan pendidikan dibuat
dalam suatu lingkungan dinamis yang mana berbagai faktor perlu dipertimbangkan.
Sebagai seorang professional pendidikan, Anda harus membuat pilihan-pilihan
yang cerdas dan bertanggungjawab dalam kaitannya dengan konteks sosial yang spesifik.
Dalam banyak kasus, pendidik
yang memahami akan mampu bekerja
dalam konteks tujuan masyarakat yang lebih luas, dengan tetap selaras dan
komitmen pada kepercayaan-kepercayaan personalnya. Salah satu tujuan mengkaji
filsafat pendidikan adalah membekali diri dengan “alat-alat” agar bisa memahami
secara lebih baik filsafat personal Anda, filsafat sosial dari budaya tempat
Anda hidup dan bekerja, dan sarana-sarana yang dapat Anda pergunakan untuk
“meramu” kedua hal tersebut secara bertanggungjawab.
Kesimpulannya, penting
disadari bahwa pembangunan filsafat adalah sebuah proses yang terus berlanjut.
Sebagi seorang pendidik, Anda senantiasa mendapatkan pencerahan-pencerahan
baru, dan seiring meluasnya pengetahuan dan pengalaman praktis, Anda secara ajeg akan mengembangkan filsafat Anda.
Para professional kependidikan perlu berfikir tentang filsafat pendidikan
sebagai sesuatu yang mereka “kerjakan” berlandaskan sebuah pijakan yang abadi
(kokoh), daripada sebagai sesuatu yang pernah mereka pelajari dalam suatu
program kurikuler.
Pembangunan sebuah filsafat personal baik tentang kehidupan maupun
pendidikan merupakan proses pemikiran dan praktik yang berlanjut terus yang
menjadi lebih kaya, lebih mendalam, dan lebih bermakna setelah Anda kembangkan
secara profesional. Pendidik yang berhasil adalah seorang pendidik yang terus
berfikir. Anda jangan beranggapan bahwa Anda sekarang memahami filsafat dan pendidikan, dan karena itu cepat-cepat
beralih ke hal-hal yang lebih penting. Filsafat Anda adalah sebuah bagian
integral tentang siapa Anda dan segala sesuatu yang Anda kerjakan.
Perkembangan Anda dalam bidang ini dan juga dalam upaya-upaya kemanusiaan
lainnya, harus merupakan sebuah proses yang
dinamis dan terus berlanjut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian muslim adalah
kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya baik tingkah laku luarnya, kegiatan
jiwanya maupun falsafah hidup dan kepercayaannya menunjukan pengabdian kepada
tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya. Kepribadian
muslim merupakan suatu hasil dari proses sepanjang hidup. Kepribadian muslim
tidak terjadi sekaligus, akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang.
Oleh sebab itu banyak faktor yang
membentuk kepribadian muslim tersebut.
Pada dasarnya pembentukan
kepribadian muslim sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun ummah pada
hakikatnya seiring dan menuju ketujuan yang sama. Tujuan utamanya adalah guna
merealisasikan diri, baik secara pribadi maupun secara komunitas untuk menjadi
pengabdi Allah yang setia, tunduk dan patuh pada aturan Allah.
B.
Saran-saran
Dengan memahami konsep kepribadian
muslim dalam perspektif filsafat pendidikan Islam dapat diharapkan nantinya
seorang pendidik dapat berfikir, dan bertindak dengan bernafaskan Islami.
Karena dalam tujuan pendidikan Islam diharapkan dari seorang pendidik menjadi
figur yang dapat dicontoh peserta didik dan masyarakat, oleh karena itu segala
tingkah laku pendidik harus sesuai dan sejalan dengan norma dan nilai ajaran
agama yang berasal dari wahyu sehingga peserta didik akan mencontohnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Muzayyin. 2009. Filsafat Pendidikan
Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2007. Filsafat
Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media
Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:
Gama Media
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia